Melenggang dengan sepatu putih kesayangan. Semula warnanya bersih, seperti tanpa noda. Kini memang tak seputih kala pertama melihat. Cenderung coklat tertutup lumpur yang kian liat menempel di sekujur tubuhnya.
Kaki ini menyusuri jalan yang tak lagi asing baginya, menuju tempat menuntut ilmu mahasiswa-mahasiswa berbandrol aset negara. Apa pula yang membawa kaki ini sampai ke tempat ini...
Lagi, ia melangkah ke sana. Hari ini penuh dengan helaan napas seiring peluh yang berbulir menuruni dahi.
Pasang surut semangat ini jika mengingat apa yang telah dijejaknya dan apa yang hendak ditapaknya tapi tak kunjung terkecap, hanya melayang dalam pikiran yang terus mengalir mengiyakan langkah seribu dari pangkuan ibu.
Kini ia bersandar pada pijakan bangku yang berbeda.
Tak ada lagi yang sama, hanya tekad semakin kuat memakukan diri di belahan bumi ini.
Dua tahun lagi ibu, dua tahun lagi . . .
=sumpah pemuda, 28 oktober 2009=
Kaki ini menyusuri jalan yang tak lagi asing baginya, menuju tempat menuntut ilmu mahasiswa-mahasiswa berbandrol aset negara. Apa pula yang membawa kaki ini sampai ke tempat ini...
Lagi, ia melangkah ke sana. Hari ini penuh dengan helaan napas seiring peluh yang berbulir menuruni dahi.
Pasang surut semangat ini jika mengingat apa yang telah dijejaknya dan apa yang hendak ditapaknya tapi tak kunjung terkecap, hanya melayang dalam pikiran yang terus mengalir mengiyakan langkah seribu dari pangkuan ibu.
Kini ia bersandar pada pijakan bangku yang berbeda.
Tak ada lagi yang sama, hanya tekad semakin kuat memakukan diri di belahan bumi ini.
Dua tahun lagi ibu, dua tahun lagi . . .
=sumpah pemuda, 28 oktober 2009=
0 comments:
Post a Comment