Sepulang Kuliah Umum SPEAK di KPK

Saya menulis ini di pagi buta, memaksa tetap terjaga sampai hanya tidur 1,5 jam saja. Bahasannya sudah oldyear banget mungkin. Tapi untuk arsip, kembali saya sisipkan di blog saya. :)

S.O.S


Televisi, koran, majalah menjadi panggung pentas bagi drama antara cicak dan buaya. Sempat terbayang jajaran eksibisi bioskop dengan headline “HARI INI – STUDIO 1 – CICAK vs BUAYA”. Opera ini merajai sampul media. Sampai-sampai presiden yang baru dilantik tidak lagi menggelitik untuk ditilik. Tidak berhenti pada satu episode, drama ini menjadi semakin panjang hingga bisa dikatakan bak telenovela. Sarat sanggahan, bantahan , pembenaran, terkaan, dan tipuan mungkin. Publik bisa beropini apa jika alur saja tidak ada dan melulu percikan kejutan termaktub dalam setiap fenomena penghias media yang tersodor. Masyarakat bisu, dan semacam sudah tradisi mahasiswa yang mewakili.

Satu kunjungan ke KPK mengguyur kepayahan mata ini menangkap fakta. Wartawan menanti umpan dan mahasiswa berunjuk rasa di depan gedung bisu bertapal KPK di puncaknya. Eksibisi kertas karton dan helaian kain putih bertuliskan ‘ini-itu’ memang sudah biasa menjadi senjata andalan mereka. Aksi mogok makan, koar lagu, dan orasi dari luar parlemen menjadi rangkaian bukti adanya rasa peduli pada bangsa. Hujan yang mengguyur tak surutkan langkah, tutur dan tindakan mahasiswa-mahasiswa. Tak pernah terasai peduli yang begitu terlihat. Selama ini hanya menjadi saksi saja. Pemandangan menjadi bagian dari fondasi idealisme hanya ada di angan-angan. Terus menyalahkan diri karena terpingit dalam ketidak-mau-tahuan. Malu saya menyandang title mahasiswa. Di facebook sedang gencar orang-orang meng-klik tulisan “become fans” pada group “Gerakan 1.000.000 Facebookers Dukung Chandra Hamzah & Bibit Samad Riyanto”. Menunjukkan eksistensi menjadi bagian dari group yang sudah beranggotakan 1,2jt lebih itu memangnya cukup?

Melihat ke dalam
Dalam ruang rapat pimpinan KPK masih tergantung pigura yang memagari sampul majalah GATRA. Sampul itu berbicara, IKON 2008; PANDAWA … (maaf tidak ingat judul lengkapnya). 5 wajah yang tidak asing mendominasi satu halaman paling muka, Antasari Azhar, Bibit Samad Riyanto, Chandra Hamzah, M Jasin,dan Haryono Umar. Siapa sangka tiga dari ikon-ikon itu tiba-tiba saja mendapatkan kesempatan mencicipi hotel prodeo? Ada-ada saja negeri ini. Begitu cepat siklus ‘Rise and Fall’ terjadi. Pandawa memang berhasil merangkul perhatian, setidaknya tiga sampai empat dari mereka lah. Bagaimana tidak? Ibarat satu tiang penyangga Negara akan diamputasi, KPK diguncang dari tahtanya.

Tertangkap keluhan kecil Haryono Umar dalam kuliah umum bersama beberapa mahasiswa STAN(sekitar 40 mahasiswa mungkin), “Sangat susah memberantas korupsi di Indonesia, apalagi dengan keadaan seperti sekarang ini ya. Hajar kanan, hajar kiri, pusinglah!” Ck, ck, ck! Cicak mulai berdecak. Salah satu anggota Pandawa tadi memberikan petuahnya juga “Untuk memberantas korupsi kita butuh envisioning. Inovasi. Seperti rumah makan padang, pelanggan belum sempat berpikir tetapi semuanya sudah tersedia di meja. Itu yang kami lakukan di sini(KPK)”. Restoran fast food sekarang sedang tren bung! KFC(konspirasi frontal cicak) dengan KPK? Lebih cepat mana? Autotomi adalah senjata untuk melarikan diri (dalam biologi), inikah envisioning yang disebutkan? Tidak! Mereka tidak akan lari.
Entah pihak mana yang dusta saat saling melempar bukti ke tengah persidangan dan di depan pers. Pengakuan mulut memang gampang disulut. Pihak yang merasa kejatuhan bukti lebih kuat, main lempar saja untuk konsumsi penonton setia.


Testimony Penutup
Masih segar di ingatan saat penangguhan penahanan Bibit dan Chandra dikabulkan, malam harinya hadirlah mereka di salah satu stasiun TV. Terlontar pertanyaan dari presenter acara tersebut mengapa mereka berdua yang diincar? Bibit menjawab “Ya… Yang banyak omong si Bibit dan yang tanda tangan si Chandra, yaudah!” lebih lanjut saat menjelang penghujung acara mereka dihujani pertanyaan mengenai rencana ke depan KPK, giliran Chandra menjawabnya “Kita selesaikan ini dulu lah.” Secuil pernyataan penutup Haryono Umar saat kuliah umum di KPK, “Doakan kami ya.” Kalimat pincang yang sangat terngiang di kepala. They do need a help.

=izati choirina mabok, 14 november 2009, 02.23 WIB=
Category: 0 comments

0 comments:

Post a Comment